Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kurikulum Untuk Anak, Bukan Anak Untuk Kurikulum (?)

Kurikulum untuk anak, bukan anak untuk kurikulum (?) – Dalam setiap kesempatan seminar atau pertemuan, Dr. Seto Mulyadi, M.Psi atau lebih dikenal dengan Kak Seto sering mengutip istilah Kurikulum untuk anak, bukan anak untuk kurikulum. Psikolog Anak tersebut juga menyampaikannya dalam seminar guru bertaraf nasional di Kompleks Istano Basa Pagaruyung, Selasa kemudian (15/10).

 Dalam setiap kesempatan seminar atau pertemuan Kurikulum Untuk Anak, Bukan Anak Untuk Kurikulum (?)
Guru mengoperasionalkan kurikulum dalam pembelajaran (doc.matrapendidikan.com)

Sebagai guru kita jadi maklum dan setuju dengan istilah yang disampaikan kak Seto. Bahwa kurikulum itu memang sejatinya untuk siswa. Jika demikian maka kurikulum harus dijadikan ‘alat’ dan bukan ‘tujuan’. Kurikulum yakni alat atau perangkat untuk mencapai tujuan pendidikan.

Di lembaga sekolah terdapat 3 komponen utama dalam proses pendidikan, yaitu: kurikulum, guru dan pembelajaran.
Kurikulum merupakan perangkat pengalaman berguru atau semua acara yang diberlakukan kepada anak untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum juga mampu dimaknai sebagai alat pemandu acara berguru yang diperuntukkan buat anak.

Dapat juga dikatakan bahwa kurikulum yakni jadwal untuk berguru anak yang disusun secara sistematis dan berpotensi memengaruhi pribadi anak dalam aspek pengetahuan (kognitif), sikap dan tingkah laku (afektif) dan keterampilan (psikomotorik).
Agar kurikulum benar-benar menjadi alat untuk mewujudkan tujuan pendidikan maka kurikulum harus dioperasionalkan dalam acara pembelajaran. Oleh lantaran yakni itu sasaran pelaksana kurikulum yakni guru.

Guru yakni komponen yang mengoperasionalkan kurikulum pendidikan di sekolah melalui acara pembelajaran.

Tugas guru bukan membuat atau menyusun kurikulum pendidikan. Akan tetapi guru menterjemahkan dan menjalankan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum, kemudian mentransfer nilai-nilai tersebut melalui acara berguru di sekolah.
Pembelajaran merupakan acara operasionalisasi kurikulum pendidikan di sekolah. Bentuk operasional kurikulum yakni acara intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler.

Pembelajaran di ruang kelas harus berorientasi pada anak. Artinya, proses yang berlangsung bertujuan untuk menyebarkan potensi anak secara optimal.

Pada kepingan artikel terdahulu, memang sering dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan dikala ini sarat materi. Anak-anak ke sekolah selalu membawa beban dan di sekolah mendapatkan beban di bawa pulang.

Guru memang berperan strategis untuk mengelola dan melaksanakan kurikulum sehingga tujuan kurikulum tercapai. Melalui peranannya ini guru tidak hanya memahami dan mengoperasionalkan kurikulum.

Guru juga mampu membaca potensi dan kecerdasan anak. Dengan cara ini guru mampu memodifikasi strategi, teknik dan metode pembelajaran. Tujuannya yakni supaya anak tidak merasa terbebani belajar, sebaliknya mengakibatkan berguru sebagai acara menyenangkan.

Begitu pula lingkungan sekolah, hendaknya menjadi kawasan menyenangkan oleh anak setelah di rumahnya masing-masing bersama orangtua.

Pembelajaran yang menyenangkan di sekolah diawali dengan konsep pendidikan ramah anak. Selain itu memberi peluang dan kesempatan anak untuk kreatif, sehingga menghasilkan pribadi yang unggul di masa depan.
Berdasarkan pembahasan di atas jelaslah bagi kita kurikulum pendidikan memang diperuntukkan buat anak, bukan anak untuk kurikulum. Dengan penerapan kurikulum dalam pembelajaran maka potensi dan kecerdasan anak mampu dikembangkan secara optimal. 


Sumber https://www.duniaedukasi.my.id/

Posting Komentar untuk "Kurikulum Untuk Anak, Bukan Anak Untuk Kurikulum (?)"