Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Upaya Mendorong Anak Dirikan Shalat

Upaya mendorong anak dirikan shalat – Alangkah senangnya jikalau mempunyai anak-anak yang rajin shalat. Apalagi orangtua yang mempunyai banyak anak, namun taat melakukan ibadah wajib maupun sunat.

 Alangkah senangnya jikalau mempunyai anak-anak yang rajin shalat Upaya Mendorong Anak Dirikan Shalat
Ilustrasi anak shalat (pixabay.com)

Anak yang mendirikan shalat cenderung menunjukkan perilaku dan perilaku yang baik. Hormat dan santun pada orangtua, guru dan orang-orang sekitar yang lebih renta darinya. Memiliki watak dan kepribadian yang praktis dibentuk dan diarahkan.


Itu semua ialah buah anggun dari amalan shalat yang dikerjakan anak. Tidak sia-sia jerih payah orangtua, guru dan orang-orang yang telah mendidik anak. Jerih payah orangtua terobati. Ilmu agama yang diberikan guru di sekolah mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Sasaran utama pendidikan anak

Sasaran utama pendidikan anak bersifat menyeluruh. Tidak hanya dalam aspek kecerdasan intelektual (otak) semata. Kecerdasan spiritual dan emosional sangat mendesak untuk menjadi sasaran utama pendidikan anak, di lingkungan keluarga dan lembaga sekolah.

Anak yang cerdas di otak ialah penting namun yang lebih penting lagi ialah cerdas di hati dan bathin. Salah satu indikasi kecerdasan spiritual ialah ketaatan seorang  anak dalam melakukan praktik ibadah dalam kehidupan. Contoh paling nyata ialah mengerjakan shalat 5 waktu sehari semalam.

Dimulai dari lingkungan keluarga

Kebiasaan-kebiasaan yang baik seorang anak di lingkungan sosial-masyarakat bersama-sama berawal dari lingkungan keluarga. Rumah tangga menjadi lembaga pendidikan non-formal yang strategis untuk menanamkan kebiasaan baik bagi anak.

Orangtua ialah pendidik profesional yang paling berkompeten dalam menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik itu. Lembaga pendidikan sekolah bertugas menyebarkan nilai-nilai huruf baik sudah ditanamkan di lingkungan keluarga.

Jika anak sudah terlatih melakukan ibadah sejak dini di rumah tangga, insyaalah kebiasaan itu akan mampu dibawa anak ke luar lingkungan keluarga. Misalnya ketika anak suatu saatu ketika harus meninggalkan rumah. 

Melanjutkan pendidikan, mendapatkan tugas, atau membentuk keluarga baru dan pergi ke daerah lain. Di mana pun mereka berada, ibadah shalat tidak pernah dilalaikan anak.

Mungkin mirip itu yang dikatakan orangtua yang sukses mendidik anak. Barangkali mirip itu juga guru yang berhasil di sekolah. Berhasil menumbuhkembangkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan, nilai huruf yang baik pada penerima didik.

Mengapa anak malas mengerjakan shalat?

Di sisi lain masih banyak anak yang malas, atau paling tidak, lalai melakukan shalat wajib. Realita ini masih menyisakan ‘pekerjaan rumah’ yang perlu diselesaikan oleh para orangtua maupun guru di sekolah.

Anak yang malas mengerjakan shalat disebabkan oleh belum meresapnya pesan tersirat shalat ke dalam sanubari anak. Selain itu, kondisi lingkungan siswa tidak menciptakan suasana yang memungkinkan anak untuk mau melakukan shalat.

Tentu masih ada orangtua yang lupa ihwal hal ini. Bukan tidak peduli melainkan tidak sempat barangkali untuk memperhatikan soal ibadah, soal shalat anak-anaknya. Mungkin karena terlalu sibuk mencari nafkah keluarga.

Apapun alasannya, shalat itu wajib dikerjakan oleh anak. Melalui shalat anak mampu berdoa dan minta tolong kepada Allah semoga dibukakan pintu hati untuk belajar dan mendapatkan pelajaran. Dimudahkan dalam mengerjakan soal-soal ujian setelah bersusah payah mengulang pelajaran.

Upaya yang perlu dilakukan

Jika anak malas, atau lalai mengerjakan shalat. Sebagai orang renta tak perlu khawatir dengan kondisi ini. Namun demikian harus berupaya untuk menciptakan situasi anak terdorong untuk mengerjakan shalat.

Mengapa tak perlu khawatir? Jika anak masih usia sekolah dasar, masih ada kesempatan untuk membiasakan anak taat mendirikan shalat. Begitu pula pada usia sekolah menengah. Pada masa ini anak masih banyak waktu bersama keluarga, sehingga masih mampu untuk menciptakan kondisi yang mendorong anak untuk mengerjakan shalat.

#1.Contoh kedua orangtua
Kedua orangtua memang harus shalat dan itu diketahui oleh anak. Sebenarnya ini bukanlah yang abstrak bagi kita. Sudah sering indera pendengaran kita mendengar, jikalau menyuruh anak shalat maka orangtuanya perlu memberikan contoh terlebih dulu.

#2.Menciptakan suasana kondusif
Suasana aman artinya situasi yang memungkinkan anak untuk ingat akan shalat. Misalnya, menyediakan kalender atau almanak yang memuat kegiatan shalat di kamar anak atau di daerah yang praktis terlihat oleh anak.

Jika waktu shalat telah masuk, atau suara azan telah berkumandang, jangan bosan mengingatkan atau mengajak anak untuk segera berwudhuk dan menunaikan shalat. Jika anak pergi ke luar rumah, mungkin perlu diingatkan, sudah shalat atau belum. Kalau waktu shalat sudah masuk, sebaiknya shalat dulu sebelum berangkat.

Jika memungkinkan, sediakan ruang khusus untuk shalat di rumah. Ruang ini juga berfungsi untuk daerah meletakkan al Qur’an. Hal ini akan mendorong anak untuk membaca al Qur’an simpulan shalat.

Bagaimana jikalau anak berada di daerah lain, misalnya sekolah dan kost di kota lain? Dalam komunikasi jarak jauh, mungkin ada baiknya ditanyakan terlebih dulu bagaimana shalatnya. Barangkali sebagai orang tua, tak salah hal ini dilakukan juga meski anak sudah berkeluarga sekalipun.

Tentu saja, masih banyak upaya lain yang perlu dilakukan oleh orangtua untuk mengingatkan anak mengerjakan shalat wajib 5 waktu sehari semalam. Paling tidak, uraian di atas menjadi pandangan baru khususnya bagi orangtua.


Sumber https://www.duniaedukasi.my.id/

Posting Komentar untuk "Upaya Mendorong Anak Dirikan Shalat"