Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Merenda Hari-Hari Sulit

Merenda hari-hari sulit – Sudah genap 25 tahun Lina menjadi guru. Seorang guru tanpa suplemen gelar dan prediket guru profesional. Namun waktu terasa begitu cepat berlalu. Lina merasakan seperti baru beberapa tahun belakangan menekuni profesi hero pembentuk insan cendikia..

 Seorang guru tanpa suplemen gelar dan prediket guru profesional Merenda Hari-Hari Sulit
Ilustrasi merenda hari sulit (pixabay.com)

Dalam rentang waktu 25 tahun menjadi guru, ia merasakan lebih banyak sukanya ketimbang dukanya. Mulai menjadi guru honorer hingga menjadi guru pegawai negeri sipil.

Bagi Lina, jadi guru itu menyenangkan. Apakah karena aktivitas sertifikasi guru sehingga gaji guru menjadi naik? Tidak! Sekali lagi tidak. Lina tak pernah mengenyam gurihnya santunan sertifikasi guru. Ia hanya memperoleh gaji reguler sebagai pegawai negeri guru. Itu pun yang ia terima tidak mencukupi lagi.

Kenapa tidak menjadi guru sertifikasi? Dari dulu Lina memang berniat tidak akan menjadi guru sertifikasi. Ia memahami jikalau aktivitas sertifikasi guru itu elok untuk meningkatkan kesejahteraan dan profesionalitas guru. Namun beban tanggung jawab guru sertifikasi itu luar biasa.

Beban tanggung jawab luar biasa kepada murid dan pemerintah. Sementara beban tanggung jawab kepada anak-anaknya yang berjumlah 5 orang justru lebih berat lagi. Tanggung jawab memerlukan tuntutan.  Program sertifikasi memiliki konsekuensi  dan tantangan yang semakin berat. Tidak hanya dari murid melainkan juga tuntutan dari atasan dari pengawas yang mewakili pemerintah.

Lina hanya ingin jadi guru yang baik bagi murid dan anak-anaknya sendiri. Apa yang dikatakannya kepada murid adalah kata-kata teladan dan tauladan yang sudah diterapkannya lebih dulu kepada keluarganya.

Murid-murid Jaman Now memang semakin pintar. Murid akan percaya pada kata guru bila ia melihat apa yang dikatakan guru itu telah diterapkannya lebih dulu kepada anak-anaknya di lingkungan keluarga. Murid melihat teladan faktual dari keluarga guru.

Guru akan digugu dan ditiru oleh murid. Guru digugu karena banyak ilmunya. Guru banyak membaca dan menulis. Guru ditiru karena apa yang disampaikan guru sesuai kenyataan dan memang ada buktinya.

Lina menjadi tentram sebagai guru karena sebagian besar tantangan dari muridnya sendiri mampu diatasi dengan baik. Ia menjadi guru merdeka dan bebas berkreasi. Bebas menemukan pendekatan dan metode pembelajaran yang sesuai tuntutan Anak Jaman Now. Ia banyak waktu untuk berguru dan bereksperimen untuk menghadapi muridnya tanpa paksaan.

Sebagai ibu dari 5 anaknya, Lina memiliki waktu cukup untuk memperhatikan anak-anaknya yang sedang menuntut ilmu di sekolah dan perguruan tinggi tinggi tinggi. Lina banyak kesempatan untuk memantau dan memperhatikan perkembangan anak-anaknya sendiri di rumah.

Namun di balik semua itu, Lina bagai merenda hari-hari sulit. Resiko dari sikap dan pendiriannnya sebagai seorang guru dalam mencerdaskan anak bangsa harus berhadapan dengan kesulitan. Kenapa tidak?

Pendidikan sekarang butuh uang yang tidak sedikit untuk kelima anaknya bersekolah dan kuliah di perguruan tinggi tinggi tinggi. Oleh sebab itu ia harus berpandai-pandai dalam merenda hari sulitnya untuk membiayai pendidikan anak-anaknya.

Lina bersyukur, anak-anaknya tau diuntung. Anak-anaknya mengetahui persis jikalau mama dan papanya selalu diredam kesulitan keuangan. Oleh sebab itu anak-anaknya berperilaku baik dan rajin belajar.

Boleh dikatakan Lina hanya pusing memikirkan uang sekolah anak-anaknya. Tidak pusing menghadapi murid apalagi atasan dan pengawas sekolah. Ia juga tidak perlu repot oleh sikap dan tingkah anak-anaknya sendiri.

Meskipun berlumur kesulitan secara finansial setiap hari, minggu, bulan dan semester. Lina tetap optimis. Ia bersama suaminya dapat merenda hari sulit itu mengantarkan anak-anaknya menjadi sarjana kelak. (Kiriman: Sarah Savitri)


Sumber https://www.duniaedukasi.my.id/

Posting Komentar untuk "Merenda Hari-Hari Sulit"