Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Kala Lalu Sang Kakek Pejuang

Kisah masa kemudian sang kakek pejuang - Malam terasa sangat panjang dengan semua ocehannya, membuat mata Ozan sulit untuk terpejam. Terkadang ia merasa kasihan dengan orang wangi tanah yang ada di kamar belakang rumahnya itu.  Tapi terkadang orang itu juga sangat menyebalkan dengan semua ocehannya.

 Malam terasa sangat panjang dengan semua ocehannya Kisah Era Kemudian Sang Kakek Pejuang
Ilustrasi masa kemudian sang kakek (pixabay.com)

Tak jarang Ozan mendongkol di dalam hatinya walaupun orang itu adalah kakeknya sendiri. Seorang pejuang kemerdekaan yang hidup dalam dunia fantasi yang ia ciptakan sendiri. Semenjak kakek itu kehilangan kakinya dalam perang, sebuah peluruh bersarang di kaki kanannya selama satu minggu lebih dan sebab adalah terlalu lama kaki kakek terpaksa di amputasi.

Zaman sekarang sudah benar-benar berubah. Tak ada kekerabatan yang harmonis antara cucu dan kakek itu. Ozan sibuk dengan dengan kehidupan sekolahnya. Sedangkan kakek veteran itu punya dunia imajinasinya sendiri.

Ia bercerita sendiri dan dijawabnya sendiri, menangis sendiri dan setelah itu tertawa terbahak-bahak. Sangat seakan-akan orang abstrak tapi ia mengingat semua sahabat seperjuangannya. Alasan meninggalnya, ia juga mengingat semua nama anaknya dan cucunya, kakek itu juga mengingat bagaimana Ozan kecil.

Dengan wajah kesalnya Ozan terus mengumpat kakeknya sebab adalah semua ocehan kakek itu telah merusak aktivitas tidur siangnya.

"Cobalah sekali-kali untuk mendengarkan kakekmu, ia butuh seseorang untuk mendengarkan, mungkin ia mampu keluar dari dunia yang ia ciptakan sendiri." saran Ibu Yulia, tak mau melihat anaknya terus menyalakan ayahnya sendiri, berusaha untuk menawarkan pengertian.

"Dengarkan saja oleh mama, saya tidak mau ia itu menyebalkan" gerutu Ozan menekuk wajahnya.

"Dia butuh pendengar, yang betul-betul belum tau ceritanya"  

"Aku tau ceritanya di sekolah, saya belajar wacana sejarah" Ozan terus mencari alasan untuk menghindar dari kakeknya itu.

"Dia pasti merindukanmu, coba sekali saja dengarkan ia bercerita mama yakin malam nanti ia pasti diam.”

Masih dengan hati kesalnya Ozan melangkah ke dalam kamar kakeknya. Kamar yang bersih dibanding kamarnya. Semua ocehan kakeknya terhenti saat Ozan melangkah masuk.

"Kakek, lagi apa?" tanya Ozan pelan.

"Sedikit mengingat masa lalu" ucap kakek itu dengan ucapan mantap, "Mengingat masa di mana Jepang menginjak-injak tanah air kita, mengingat di mana Belanda kembali datang ke Indonesia untuk melakukan agresi muliternya.

"Bunyi bom di mana-mana  peluru melesat begitu cepat menyambar dan bersarang di mana pun, tak ada rasa bersalah di raut wajah mereka, iri terhadap kekayaan alam Indonesia telah merasuki mereka untuk menguasai Indonesia

Jauh di dalam hutan kakek bersembunyi, bersiap untuk perang geriliya bersama kawan-kawan kakek. Hutan bagi kami adalah rumah kedua, Belanda sangat takut dengan seni manajemen perang geriliya makanya dalam salah satu diplomasi antara Indonesia-Belanda, Belanda meminta biar perang geriliya di hentikan.

Numun sayang, usaha geriliya kakek berama teman-teman gagal, sebab adalah Belanda mengetahui semua rencana kami" Ozan mulai suka dengan kakeknya itu, bukan dengan ceritanya tapi dengan semangat 45-nya.

"Rencana kami gagal sebab adalah salah satu dari sahabat kakek berhianat, ia memberi tahu semuan rencana yang telah di persiapkan jauh-jauh hari sebelumnya, Belanda berhasil membuat peluru bersarang di kaki kakek, sebab adalah kami terlalu jauh masuk hutan kakek terpaksa ditandu ke luar hutan. Sayang kakek sudah terlambat, kaki kakek tak mampu di selamatkan dan terpaksa diamputasi" kakek itu melihat terus kakinya, dan sesekali memegangnya.

Mendengar semua ucapan kakeknya Ozan sadar, siapa ia yang berani untuk membenci seorang pejuang sehebat dia.

Dan benar saja, malam ini kakek itu diam, tak ada satu katapun yang terucap darinya "Mama benar, kakek butuh aku, lama-kelamaan kakek pasti mampu keluar dari dunia imajinasinya" Ozan mengakhiri kata-kata dalam hatinya dengan senyuman.
Jangan lupa simak : Merenda Hari-hari Sulit
Bahagaia rasanya, melihat cinta dan kasih sayang saling mengikat kakek dan cucu, yang dulu saling membenci. Saling berkomunikasi menumbuhkan rasa kasih sayang antara mereka. (*Kiriman : Sara Ayusti)


Sumber https://www.duniaedukasi.my.id/

Posting Komentar untuk "Kisah Kala Lalu Sang Kakek Pejuang"