Tahun Pelajaran Baru Identik Dengan Uang (?)
Tahun Pelajaran Baru identik dengan Uang(?) – Pengumuman hasil ujian nasional di semua jenjang pendidikan sekolah telah usai. Itu bukan berarti prosesi pendidikan anak bearakhir pula sampai disitu. Rangkaian proses pendidikan akan berlanjut dengan ujian kenaikan kelas, penerimaan peserta didik gres (PPDB) tahun pelajaran gres 2019/2014.

Prosesi di atas bukanlah hal gres dalam dunia pendidikan. Hal tersebut sudah berlangsung sejak dulunya sehingga orang renta yang memiliki anak usia sekolah sudah siap siaga sebelumnya. Namun demikian, bercermin pada tahun-tahun sebelumnya, tahun pelajaran baru cenderung memunculkan kegalauan tersendiri bagi sebagian orang tua, terutama yang berasal dari ekonomi menengah ke bawah.
Di satu sisi, pemerintah mencanangkan aktivitas wajib belajar 9 tahun sejak beberapa tahun silam. Itu artinya, setiap anak Indonesia minimal menamatkan jenjang SLTP/Sederajat. Untuk menunjang aktivitas tersebut, pemerintah telah menyalurkan dana derma operasional sekolah (BOS) untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pertama.
Sebagian biaya operasional sekolah dibebankan kepada BOS. Disisi lain, jargon sekolah gratis yang didengungkan justru membuat sebagian orang renta berasumsi, semua biaya penyelenggaraan pendidikan diserahkan pada BOS sehingga orang renta tidak perlu mengeluarkan dana lagi (?).
Memang, BOS juga dialokasikan untuk biaya sekolah anak yang berasal dari keluarga kurang mampu. Kebijakan ini telah melahirkan keluarga “kurang bisa baru” yang ditandai dengan surat keterangan tidak bisa (SKTM) dari pihak tertentu. Entah bagaimana caranya, orang renta yang dipandang cukup bisa ternyata mengantongi SKTM.
Memang, dana BOS tidak untuk membiayai seluruh anak dan seluruh kebutuhan sekolah anak. Artinya, kebutuhan dan perlengkapan sekolah anak, pembiayaan dan pendanaan peningkatan mutu sekolah, masih dibebankan kepada pihak orang renta melalui komite sekolah. Inilah yang membuat orang renta mengeluh. Belum lagi adanya pungutan-pungutan dan iuran yang tidak diterima oleh sebagian orang renta siswa di sekolah sehingga mereka menyebut tahun pelajaran gres identik dengan uang.
Tahun pelajaran gres 2019/2014 ini perlu disikapi dengan kesederhanaan oleh siswa maupun orang tua, tidak terkecuali oleh pihak sekolah. Bagi siswa, permulaan tahun pelajaran itu tidak mesti dengan perangkat sekolah yang serba baru. Hal ini mengingat kondisi ekonomi keluarga apalagi permulaan tahun anutan pelajaran gres berdekatan dengan Ramadan Ramadhan 1434 H.
Siswa yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah perlu mengerti keadaan orang tua. Jika ada perlengkapan sekolah, menyerupai pakaian seragam, tas, buku, sepatu, tahun kemudian yang masih layak, tak ada salahnya dipakai saja terlebih dulu. Yang penting kita tetap bisa bersekolah untuk menggapai cita-cita yang masih diujung pena.
Kesederhanaan oleh orang renta bisa jadi mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang tidak begitu penting asal anak anaknya tetap sekolah. Sementara kesederhanaan pihak sekolah dan komitenya, tidak membuat aktivitas yang muluk-muluk . Sebaliknya menyusun aktivitas yang “masuk akal” namun efektif dan sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat dimana sekolah berada.
Kalaupun tahun pelajaran gres identik dengan uang. Anak-anak dilarang putus sekolah. Mereka harus melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan berikutnya. Paling tidak mereka tamatan SMU/Sederajat. Orang renta perlu memiliki semangat juang yang tinggi untuk meneruskan pendidikan anak. Pihak sekolah perlu mengerti kondisi perekonomian masyarakat di sekitarnya. Semoga!
Sumber https://www.duniaedukasi.my.id/
Posting Komentar untuk "Tahun Pelajaran Baru Identik Dengan Uang (?)"